Polisi Tangkap Pelaku Praktek Aborsi Ilegal Di Bekasi
Bekasi - Pasangan suami istri, IR dan ST, yang adalah tersangka kasus praktik aborsi ilegal di Bekasi, Jawa Barat, mencari pasien menggunakan aneka macam cara.
Berdasarkan pemeriksaan polisi, tersangka menawarkan jasanya melalui media sosial dan calo.
"Sama dengan beberapa tempat tempat yang lain, khususnya di daerah Jakarta Pusat. (Pemasaran melalui) media sosial dan beberapa calo," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus, Rabu (10/2/2021).
Yusri mengungkapkan, para tersangka membagi uang pembayaran dari pasien dengan para calo yang ada. Satu pasien yang ingin aborsi umumnya dipatok biaya Rp 5 juta.
"Tarif (aborsi) yang mereka terima adalah Rp 5 juta. Tapi yang masuk ke yang bersangkutan ini cuma Rp 2 juta karena dia melalui beberapa calo," istilah Yusri.
Ditereskrimsus Polda Metro Jaya sebelumnya menangkap pasangan suami istri itu lantaran menjalani praktik aborsi ilegal. Keduanya ditangkap ketika menjalani praktik tersebut di rumah pribadinya di tempat Pedurenan, Mustika Jaya, Bekasi, 1 Februari 2021.
"Penangkapan pada 1 Februari 2021 di kediaman suami istri IR dan ST. Mereka buka praktik buat melakukan aborsi ilegal ini," ujar Yusri.
Penangkapan para tersangka itu berawal berdasarkan informasi adanya praktik aborsi ilegal di lokasi itu. Polisi melakukan penyelidikan dan menangkap para tersangka.
Barang bukti praktek aborsi ilegalSelain pasangan suami istri tersebut, polisi pula menangkap satu perempuan lain berinsiial RS yang adalah pasien aborsi.
Berdasarkan informasi sementara, tersangka IR dan ST sudah mengaborsi sebanyak 5 janin selama menjalani praktik sejak akhir 2020.
Polisi menyebut IR dan ST, tidak mempunyai kompetensi apapun dalam membuka praktik tersebut.
IR hanya pernah bekerja di klinik praktik aborsi ilegal di daerah Tanjung Priok, Jakarta Utara tahun 2000.
Saat itu IR bekerja sebagai pembersih janin yg telah diaborsi. Sementara selama menjalani praktik aborsi, IR berperan sebagai penindak pasien. Sedangkan ST mencari pasien melalui media sosial.
Para tersangka dikenakan pasal berlapis. Mereka diancam Pasal 194 junto pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 tentang Kesehatan dengan ancaman 10 tahun penjara atau hukuman Rp 1 miliar.
Kemudian Pasal 77a junto Pasal 45A Undang-Undnag Nomor 35 mengenai perubahan atas Undang-Undnag Nomor 23 tentang Perlindungan Anak yang ancaman 10 tahun penjara.
Selain itu, tersangka jua dikenakan Pasal 83 junto Pasal 64 tentang Tenaga Kesehatan dengan ancaman 5 tahun penjara.
Sumber: Kompas